Merasakan Nikmatnya Vagina Perawat
Saat pertama kali tiba di kota Bandung, aku merasa sedikit canggung. Namun, setelah melihat rumah yang akan aku tempati selama lima hari, hatiku langsung terasa tenang. “Rumah yang asri,” gumamku dalam hati. Aku disambut oleh seorang perawat yang pernah bekerja di tetanggaku di Bintaro sebagai baby sitter. “Pak Rafi ya..,” ucapnya dengan senyum manis. Aku terkejut karena ternyata perawat ini adalah teman lama dari tetanggaku.
Dia keluar dari sana karena ada rencana untuk menikah lagi. Meskipun begitu, dia tetap bekerja dengan penuh semangat di rumah yang asri ini. Halaman yang hijau dan penuh dengan tanaman dan bunga segar membuatku merasa seperti berada di surga. Aku sangat bersyukur bisa menyewa kamar di rumah temanku yang indah ini selama lima hari.
Dia memiliki kulit yang putih dan mulus, wajah yang manis, rambut hitam sebahu, buah dadanya yang menantang, dan kakinya yang panjang semampai. Matanya yang bundar menatapku dengan tajam, seolah-olah ingin mengatakan sesuatu. Aku tergagap dan bertanya, "Eh, Mbak Tata, Bapak ada di mana?" Tata menjawab, "Bapak sedang tidur. Tapi Mas Anton sudah memberitahu saya tentang kedatanganmu. Ayo, saya akan mengantarmu ke kamar." Dia menunjukkan kamar yang sudah disiapkan untukku. Kamar yang luas, ber-AC, tempat tidur besar, kamar mandi pribadi, dan sebuah meja kerja.
Aku meletakkan koporku di lantai sambil melihat berkeliling, sementara Tata merunduk merapikan sprei ranjangku. Tanpa sengaja aku melirik Tata yang sedang menunduk. Dari balik baju putihnya yang kebetulan berdada rendah, terlihat dua buah dadanya yang ranum bergayut di hadapanku. Ujung buah dada yang berwarna putih itu ditutup oleh BH berwarna pink. Darahku terkesiap. Ahh…, perawat cantik, janda, di rumah yang relatif kosong.
Sadar melihat aku terkesima akan keelokan buah dadanya, dengan tersipu-sipu Tata menghalangi pemandangan indah itu dengan tangannya. "Semuanya sudah beres Pak…, silakan beristirahat..". "Ee…, ya.., terima kasih", jawabku seperti baru saja terlepas dari lamunan panjang. Sore itu aku berkenalan dengan ayah Anton yang sudah pikun itu.
Aku meletakkan koporku di lantai sambil melihat berkeliling, sementara Tata merunduk merapikan sprei ranjangku. Tanpa sengaja aku melirik Tata yang sedang menunduk. Dari balik baju putihnya yang kebetulan berdada rendah, terlihat dua buah dadanya yang ranum bergayut di hadapanku. Ujung buah dada yang berwarna putih itu ditutup oleh BH berwarna pink. Darahku terkesiap. Ahh…, perawat cantik, janda, di rumah yang relatif kosong.
Sadar melihat aku terkesima akan keelokan buah dadanya, dengan tersipu-sipu Tata menghalangi pemandangan indah itu dengan tangannya. "Semuanya sudah beres Pak…, silakan beristirahat..". "Ee…, ya.., terima kasih", jawabku seperti baru saja terlepas dari lamunan panjang. Sore itu aku berkenalan dengan ayah Anton yang sudah pikun itu.
Setelah ditinggalkan oleh istrinya 5 tahun yang lalu, ia kini tinggal sendirian di rumah itu. Saat berbincang dengan sang Bapak, pandanganku tak bisa lepas dari Tata. Sore itu, Tata mengenakan daster tipis yang dipadukan dengan celana kulot yang juga tipis. Dandanan seperti itu semakin menonjolkan buah dadanya yang semakin besar. Di rumah itu, ada seorang pembantu yang berusia sekitar 17 tahun. Wajahnya manis, meskipun tidak secantik Tata. Tubuhnya bongsor dan sedikit gemuk.Namanya Ani, ia yang setiap hari menghidangkan makanan untukku. Waktu terus berlalu dan karena kemampuan bergaulku, aku sudah sangat dekat dengan keluarga itu. Bahkan Ani sudah terbiasa memijatku dan Tata sudah berani untuk ngobrol di kamarku. Bagi janda muda itu, aku sudah menjadi tempat untuk mencurahkan isi hatinya. Keakraban itu terjadi dengan mudah hingga kadang-kadang Tata merasa tidak perlu mengetuk pintu sebelum masuk ke kamarku. Suatu malam, hujan turun dengan derasnya.
Aku, karena sedang suntuk memasang VCD favoritku di laptopku. Tengah asyik-asyiknya aku menonton tanpa sadar aku menoleh ke arah pintu, astaga…, Tata tengah berdiri di sana sambil juga ikut menonton. Rupanya aku lupa menutup pintu, dan ia tertarik akan suara-suara erotis yang dikeluarkan oleh film produksi Vivid interactive itu.
Ketika sadar bahwa aku mengetahui kehadirannya, Tata tersipu dan berlari ke luar kamar. “Mbak Tata..”, panggilku seraya mengejarnya ke luar. Kuraih tangannya dan kutarik kembali ke kamarku. “Mbak Tata…, mau nonton bareng? Ngga apa-apa kok..”. “Ah, ngga Pak…, malu aku..”, katanya sambil melengos. “Lho.., kok malu.., kayak sama siapa saja.., kamu itu.., wong kamu sudah cerita banyak tentang diri kamu dan keluarga.., dari yang jelek sampai yang bagus.., masak masih ngomong malu sama aku?”, Kataku seraya menariknya ke arah ranjangku. “Yuk kita nonton bareng yuk..”, Aku mendudukkan Tata di ranjangku dan pintu kamarku kukunci.Dengan santai aku duduk di samping Tata sambil mengeraskan suara laptopku. Adegan-adegan yang diperlihatkan ke 2 bintang itu memang menakjubkan. Mereka bergumul dengan buas dan saling menghisap. Aku melirik Tata yang sedari tadi takjub memandangi adegan-adegan panas tersebut. Terlihat ia berkali-kali menelan ludah. Nafasnya mulai memburu, dan buah dadanya terlihat naik turun.
Aku dengan berani menggenggam tangan yang halus dan putih itu. Tata terlihat sedikit terkejut, tetapi dia membiarkan tanganku menyentuh telapak tangannya. Rasanya jelas bahwa telapak tangan Tata basah oleh keringat. Aku terus membelai pergelangan tangannya dengan lembut, dan perlahan-lahan merayap ke arah ketiaknya.
Ketika aku memberanikan diri untuk merangkul Tata, ia terlihat pasrah saja. Aku membelai mesra bahunya sambil memasukkan tanganku ke dalam daster melalui lubang lehernya. Tanganku mulai merasakan kekenyalan pangkal buah dadanya yang menggoda.
Aku terus membelai dan sesekali menekan daging empuk yang menggunung di dada kanannya. Meskipun Tata tidak menunjukkan reaksi, aku dengan cepat menyelipkan tanganku ke dalam BH-nya. Aku mengangkat cup BH-nya dan menggenggam buah dadanya yang ranum.
"Ohh.., Pak... jangan..." bisiknya dengan serak sambil menoleh ke arahku dan mencoba menolak dengan menahan pergelangan tangan kananku.
Pegangannya mulai mengendur di pergelangan tanganku. Tanpa ragu, aku mencium bibirnya yang sudah terbuka karena merintih-rintih. Tata mulai membalas ciumanku dengan nafas tersengal-sengal. Aku mencoba mengulum lidahnya yang mungil, dan ia pun membalas dengan sedotan yang sama. Bahkan, ia mencoba menyedot lidahku ke dalam mulutnya seakan ingin menelannya bulat-bulat.
Aku merasakan kegembiraan yang tak terkendali saat tangannya tidak lagi membatasi gerak pergelanganku. Kini, kedua tangannya telah melingkari leherku dengan penuh gairah. Aku tidak ingin menyia-nyiakan momen ini. Sementara Tata memelukku erat dengan kedua tangannya di leherku, aku pun membalas dengan melingkarkan tanganku di pinggangnya.
Dengan penuh nafsu, aku melepaskan bibirku dari ciumannya dan mulai menciumi leher putih Tata dengan ganas. Suara desahan kegelian keluar dari bibirnya, membuatku semakin bernafsu. Tanganku dengan cepat merayap ke daster yang menutupi pinggangnya. Dengan satu gerakan, tali BH-nya terlepas dan tanganku segera meraih dadanya dengan sigap. Saat itu, aku merasakan betapa kencang dan kenyalnya kedua buah dada Tata. Sensasi meremas dan memainkan putingnya terasa begitu nikmat, hingga membuatku merasakan kenikmatan hingga ke ujung sarafku. Penisku yang sejak tadi sudah tegang semakin keras dan tegang. Rintihan-rintihan Tata berubah menjadi jeritan kecil, terutama saat aku meremas buah dadanya dengan kuat.
Tata sekarang lebih proaktif. Dengan napasnya yang sudah sangat terengah-engah, ia mulai menciumi leher dan wajahku. Ia bahkan mulai berani menjilati dan menggigit daun telingaku ketika tangan kananku mulai merayap ke arah selangkangannya. Dengan cepat aku menyelipkan jari-jariku ke dalam celananya melalui pinggang, langsung ke dalam celana dalamnya. Meskipun kami berdua masih duduk berpelukan di atas ranjang, posisi paha Tata saat itu sudah terbuka lebar seakan memberi jalan bagi jari-jemariku untuk secepatnya mempermainkan kemaluannya. Hujan semakin deras saja mengguyur kota Bandung.
Terlepaslah BH-nya dan dengan sigap kualihkan kedua tanganku ke dadanya. Saat itulah lurasakan betapa kencang dan ketatnya kedua buah dada Tata. Kenikmatan meremas-remas dan mempermainkan putingnya itu terasa betul sampai ke ujung sarafku. Penisku yang sedari tadi sudah menegang terasa semakin tegang dan keras.
Rintihan-rintihan Tata mulai berubah menjadi jeritan-jeritan kecil terutama saat kuremas buah dadanya dengan keras. Tata sekarang lebih mengambil inisiatif. Dengan nafasnya yang sudah sangat terengah-engah, ia mulai menciumi leher dan mukaku. Ia bahkan mulai berani menjilati dan menggigit daun telingaku ketika tangan kananku mulai merayap ke arah selangkangannya. Dengan cepat aku menyelipkan jari-jariku ke dalam kulotnya melalui perut, langsung ke dalam celana dalamnya.
Walaupun kami berdua masih dalam keadaan duduk berpelukan di atas ranjang, posisi paha Tata saat itu sudah dalam keadaan mengangkang seakan memberi jalan bagi jari-jemariku untuk secepatnya mempermainkan kemaluannya. Hujan semakin deras saja mengguyur kota Bandung.
Seolah mengerti, Tata menyingkapkan dasternya ke atas, sehingga dengan jelas aku bisa melihat buah dadanya yang ranum, kenyal dan berwarna putih mulus itu bergantung di hadapanku. Karena nafsuku sudah memuncak, dengan buas kusedot dan kuhisap buah dada yang berputing merah jambu itu.
Putingnya terasa keras di dalam mulutku menandakan nafsu janda muda itupun sudah sampai di puncak. Tata mulai menjerit-jerit tidak karuan sambil menjambak rambutku. Sejenak kuhentikan hisapanku dan bertanya, “Enak Mbak?”. Sebagai jawabannya, Tata membenamkan kembali
Dengan hati yang berdebar, "Sshh.., ahh..". Aku memutar-mutar jari-jariku di dalam vaginanya, sementara Tata menggerakkan pinggulnya mengikuti irama jemariku yang masuk dan keluar. Aku berhenti mencium buah dada Tata dan mulai mencium bibirnya yang merah menggoda.
Matanya tidak lagi terpejam, melainkan memandangku dengan penuh harap agar kenikmatan ini tidak pernah berakhir. Tangan kiriku yang masih bebas, membimbing tangan kanan Tata ke dalam celana pendekku. Ketika tangannya menyentuh penisku yang sudah tegang dan besar, terlihat dia agak terkejut karena belum pernah melihat ukuran yang sebesar itu sebelumnya.
Tata meremas penisku dan mulai mengocoknya naik turun.., gerakan yang begitu nikmat sehingga aku tak bisa menahan desahan, "Ahh.., Mbaak.., teruskan..". Pada saat itu, kami berdua berada di puncak nafsu. Aku yakin bahwa Mbak Tata ingin segera merasakan penisku masuk ke dalam vaginanya.
Dia tidak mengatakannya dengan kata-kata, tetapi dari tingkah lakunya yang menarik penisku dan mendekatkannya ke vaginanya, sudah jelas pertanda itu. Namun, di saat-saat yang paling menggairahkan, terdengar suara Bapak tua yang berteriak, "Tataii…, Tataii..". Kami berdua terkejut.
Aku mengeluarkan jemariku dari vaginanya, Tata melepaskan genggamannya dan ia merapikan pakaian dan rambutnya yang berantakan. Sambil mengancingkan kembali BH-nya, dia keluar dari kamarku menuju kamar Bapak tua itu. Sial!, kepala ini terasa pening.
Itulah penyakitku jika hasratku tidak terpuaskan. Beberapa saat aku menunggu, berharap bahwa janda muda itu akan kembali ke kamarku.
Namun, tampaknya ia sibuk mengurus orang tua pikun itu, sampai aku tertidur. Entah berapa lama aku terlelap, tiba-tiba aku merasa napasku sesak. Dadaku serasa tertindih suatu beban yang berat. Aku terbangun dan membuka mataku. Aku terbelalak, karena tampak sesosok tubuh putih mulus telanjang bulat menindih tubuhku.
“Mbak Tata?”, Tanyaku tergagap karena masih terpesona dengan keindahan tubuh mulus yang berada di atas tubuhku. Lekukan pinggulnya terlihat landai, dan perutnya terasa masih kencang. Buah dadanya yang lancip dan montok itu menindih dadaku yang masih terbalut piyama itu. Seketika, rasa kantukku hilang.
Mbak Tata tersenyum simpul ketika tangannya memegang celanaku dan merasakan betapa penisku sudah kembali menegang. “Kita tuntaskan ya Mbak?”, Kataku sambil menyambut kuluman lidahnya. Sambil dalam posisi tertindih aku menanggalkan seluruh baju dan celanaku. Kegairahan yang sempat terputus itu, mendadak kembali lagi dan terasa bahkan lebih menggila.
Kami berdua yang sudah dalam keadaan bugil saling meraba, meremas, mencium, merintih dengan keganasan yang luar biasa. Mbak Tata sudah tidak malu-malu lagi menggoyangkan pinggulnya di atas penisku sehingga bergesekan dengan vaginanya. Tidak lebih dari 5 menit, aku merasakan bahwa nafsu syahwat kami sudah kembali berada dipuncak. Aku tak ingin kehilangan momen lagi.
Aku membalikkan tubuh Tata dengan lembut, menindihnya dengan penuh kelembutan sehingga dadanya yang empuk terasa menempel di dadaku. Perutku bergesekan dengan perutnya yang kencang, dan penisku yang sudah sangat tegang itu bergesekan dengan vaginanya. "Mbak.., buka kakinya.., sekarang kamu akan merasakan kenikmatan yang luar biasa Mbak..", bisikku sambil mengangkangkan kedua pahanya. Dengan napas tersengal-sengal, Tata membuka pahanya selebar-lebarnya.
Ia tersenyum manis dengan mata sayunya yang penuh harap itu. "Ayo Pak.., masukkan sekarang...", Aku menempelkan kepala penisku yang besar itu di mulut vagina Tata. Perlahan-lahan aku memasukkannya ke dalam, semakin dalam, semakin dalam dan, "aa.., Aooohh.., paakh.., aahh..", rintihnya sambil membelalakkan matanya ketika hampir seluruh penisku kubenamkan ke dalam vaginanya.
Setelah itu, "Blesss..", dengan sentakan yang kuat kubenamkan habis penisku diiringi jeritan erotisnya, "Ahh.., besarnya.., enak sekali Pak..". Aku mulai memompakan penisku keluar masuk, keluar masuk. Gerakanku makin cepat dan cepat. Semakin cepat gerakanku, semakin keras jeritan Tata terdengar di kamarku. Pinggul janda muda itu pun berputar-putar dengan cepat mengikuti irama pompaanku. Kadang-kadang pinggulnya sampai terangkat-angkat untuk mengimbangi kecepatan naik turunnya pinggulku.
Sebuah adegan yang penuh gairah terlihat dari buah dadanya yang bulat dan bergoyang-goyang saat ia berbaring. Tiba-tiba, aku merasakan pelukannya semakin erat dan kuku-kukunya menancap di punggungku. Otot-ototnya menegang dan nafasnya semakin cepat. Kemudian, tubuhnya mengejang dan matanya terpejam dalam kenikmatan.
Dari wajahnya yang menyeringai, aku tahu bahwa janda muda itu sedang mengalami orgasme yang lama ditunggu-tunggu. Aku tidak bisa menahan diri dan terus menggoyangkan pinggulku hingga aku mencapai puncak kenikmatanku.
“Goyang terus, Mbak. Aku juga mau keluar,” bisikku pada Tata. Dia mengikuti perintahku dan beberapa detik kemudian, aku merasakan seluruh tubuhku menegang.
“Keluarkan di dalam saja, Pak. Aku masih pakai IUD,” bisik Tata lagi. Aku tidak bisa menahan diri lagi dan akhirnya mencapai klimaks. Tata mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi sehingga kami berdua merasakan kenikmatan yang luar biasa.
Kami berdua terkulai lemas sambil memejamkan mata. Pikiran kami melayang-layang entah ke mana. Tubuhku masih menindih tubuh montok Tata. Kami berdua masih saling berpelukan dan akupun membayangkan hari-hari penuh kenikmatan yang akan kualami sesudah itu di Bandung. Namun, kesibukan di kantor yang luar biasa membuatku sering pulang larut malam dan kepenatanku selalu membuatku langsung tertidur lelap.
Kesibukan ini bahkan membuat aku jarang bisa berkomunikasi dengan Tata. Walaupun begitu, aku sering mempergunakan waktu makan siangku untuk mampir ke rumah dengan maksud untuk melakukan seks during lunch. Sayangnya, di waktu tersebut ternyata Ayah Anton selalu dalam keadaan bangun sehingga niatku tak pernah kesampaian.
Namun suatu hari, aku cukup beruntung walaupun orang tua itu tidak tidur. Aku mendapat apa yang kuinginkan. Ceritanya sebagai berikut: Tata diminta oleh Ayah Anton untuk mengambil sesuatu di kamarnya. Melihat peluang itu, aku diam-diam mengikutinya dari belakang. Kamar ayah Anton memang tidak terlihat dari tempat di mana orang tua itu biasa duduk. Sesampainya di kamar, aku meraih pinggang semampai perawat itu dari belakang.
Namun, aku tidak bisa menahan rasa penasaran tentang bagaimana Tata menyalurkan kebutuhan biologisnya setelah menjadi janda. Aku berpikir, masturbasi mungkin menjadi satu-satunya jalan bagi Tata. Saat kami masih saling berciuman dengan ganas, aku dengan sigap menyelipkan tanganku ke balik baju perawat putihnya.
Tiba-tiba, aku terkejut ketika menyadari bahwa Tata sama sekali tidak memakai BH. Dengan mudahnya, aku meremas buah dadanya yang ranum. Aku bertanya padanya, "Kok ngga pakai BH Mbak..?" Tata hanya tersenyum nakal sambil menggelinjang dan mendesah. "Supaya gampang diremas sama kamu..". Jawabannya benar-benar menggemaskan! Aku kembali mencium bibir dan lidahnya yang menggairahkan sambil membuka kancing bajunya satu per satu.
Lalu tanpa membuang waktu, dengan penuh gairah aku menundukkan kepalaku dan dengan tangan kananku mengeluarkan buah dada Tata. Aku menghisapnya dengan penuh nafsu sehingga hampir setengahnya masuk ke dalam mulutku. Tata mulai mengerang kegelian, "Ouhh.., geli Mas.., geliii.., ahh..". Sejak malam itu, ia terbiasa memanggilku Mas. Sambil menggelinjang dan merintih, tangan kanan Tata mulai mengelus-elus bagian depan celana kAntonrku. Penisku yang berada tepat di baliknya semakin menegang dan menegang.
Jari-jari lentik Tata berusaha mencari kepala penisku yang kemudian digosok-gosoknya dari luar celana. Sensasi itu membuat nafasku semakin memburu seperti nafas kuda yang sedang berlari kencang.
Tak mau kalah, tangan kiriku berusaha menyingkap rok janda muda itu dan dengan sigap kugosokkan jari-jemariku di celana dalamnya. Di atas vaginanya, celana dalam Tata sudah basah. Sungguh luar biasa! Hanya dalam beberapa menit, ia sudah sangat terangsang sehingga vaginanya siap untuk menerima penisku.
New Post >> "Tante Naya, Pesona yang Menggoda"
New Post >> "Gadis Perawan Tukang Jamu Yang Mulus"
Tanpa ragu, aku melepaskan celana dalam tipisnya yang kali ini berwarna hitam. Aku mendorong tubuh montok perawat itu ke dinding, lalu mengangkat paha kanannya sehingga dengkulnya menempel di pinggangku. Dengan sigap, aku membuka ritsluiting celanaku dan mengeluarkan penisku yang sudah sangat tegang dan besar. Tata sudah pasrah. Ia hanya bersandar di dinding sambil memejamkan matanya dan memeluk bahuku.
“Tataii.., Suara orang tua yang keras terdengar memang sangat menjengkelkan. Tata sempat terkejut dan panik ketika aku memberikan sinyal untuk tenang dan menjawab pertanyaan tersebut. "Kita selesaikan dulu ini, ya Mbak?" tanyaku. Tata mengangguk dan tersenyum manis. "Sebentar Pak," teriaknya. "Minyak tawonnya keselip entah ke mana, lagi dicari nih." Ia tertawa cekikikan, geli dengan jawaban spontannya sendiri. Namun tawanya berubah menjadi jeritan erotis kecil ketika aku memasukkan kepala penisku ke selangkangannya. Perlahan-lahan, aku menempelkan kepala penisku di pintu vaginanya.
Sambil berputar-putar dengan lembut, aku mendorong pinggulku kecil-kecilan. Tata terkejut dan terengah-engah, "aahh.., aahh.., ouhh.., Mas.., besar sekali.., pelan-pelan Mas..pelan-pelanhh..", dan, "aa…". Tata menjerit kecil ketika aku memasukkan seluruh penisku ke dalam vaginanya yang basah dan terasa sangat sempit dalam posisi berdiri ini. Aku menggerakkan penisku maju mundur dengan semakin cepat dari waktu ke waktu.
Tubuh Tata berguncang, dadanya bergoyang ke kiri dan kanan, dan jeritannya semakin keras. Aku tidak peduli jika ayah Antonn mendengar jeritan perempuan itu. Nafsu ku semakin memuncak. Janda muda ini memang memiliki daya tarik seksual yang luar biasa. Meskipun hanya seorang perawat, kecantikan dan keindahan tubuhnya setara dengan perempuan kota modern. Sangat menarik dan nikmat saat digesek-gesekkan di kulit kita. Gerakan pinggulku semakin cepat dan semakin cepat. .
Aku dengan penuh nafsu menciumi dan menghisap puting buah dadanya yang meruncing panjang dan keras. Buah dadanya yang kenyal hampir seluruhnya dibasahi oleh air liurku. Aku merasa sangat bergairah. Aku merasakan bahwa sebentar lagi aku akan mencapai puncak kenikmatan dan pada saat yang sama, tubuh Tata juga menegang. Aku meningkatkan kecepatan gerakan pinggulku dan tiba-tiba, "aahh.., Mas.., Masss…, aku keluarrr.., aahh", Jeritnya. Tanpa ragu, aku menusukkan penisku ke dalam vagina janda muda itu dengan keras, "Craat.., craatt.., craat". "Ahh…, Mbaak", erangku sambil meringis menikmati puncak orgasme kami yang terjadi bersamaan.
Kami saling berpelukan erat dan Tata berbisik dengan suara serak. "Mas.., aku belum pernah merasakan kepuasan seperti yang kamu berikan padaku.., kamu sungguh luar biasa..". Aku tersenyum lebar. "Mbak., aku masih memiliki banyak teknik yang bisa membuatmu terbang ke surga ke-7.., apakah kamu tidak bosan jika suatu saat aku mencobanya denganmu?". Perlahan, Tata menurunkan pahanya dan mengeluarkan penisku dari vaginanya. "Bosan? Aku tidak gila.., hal seperti ini tidak akan pernah membuatku bosan.., jika bisa, aku ingin melakukannya setiap hari dengan Mas..". Sungguh luar biasa gairah wanita ini. Aku beruntung memiliki gairah yang sama besarnya. Sebagai pasangan seks, kami benar-benar sepadan.
0 Komentar