Merasakan Nikmatnya Vagina Perawat PART 2
Setelah kejadian itu, aku dan Tata merasa seperti pasangan baru yang sedang dimabuk asmara. Setiap waktu yang kami miliki, kami habiskan untuk memuaskan hasrat dan keinginan kami. Namun, aku tetap menegaskan pada Tata bahwa hubungan kami hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan seksual belaka. Kami berdua memiliki hak untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Tata, sebagai janda muda yang sudah merasakan kenikmatan seks bebas, dengan mudah menyetujui pernyataanku.
Suatu hari, Tata datang ke kamarku dan memberitahuku bahwa ia akan mengambil cuti selama satu bulan.
Aku harus mengurus masalah tanah warisan di kampungku. Saat aku memikirkannya, aku bertanya-tanya, "Kalau Mbak pulang, siapa yang akan mengurus Bapak?" Aku merasa khawatir dengan hari-hari kosongku selama sebulan ke depan. Namun, Mas Anton memberi tahu bahwa ada adik Bapak yang akan menggantikanku selama 1 bulan. Namanya Mbak Ine, dia belum menikah dan usianya hampir 29 tahun. Meskipun dia cerewet, tapi dia orang yang baik dan ramah. Yah, aku harus menerima kenyataan bahwa aku kehilangan seorang teman intim yang begitu menggairahkan.
New Post >> "Merasakan Nikmatnya Vagina Perawat"
Yuk, kita hitung-hitung cuti satu bulan! Atau, kalau kita berpikir positif, ini saatnya mencari pasangan baru! Hari ini sudah hari ke lima setelah Tata pergi. Ternyata, Mbak Ine yang menggantikannya adalah adik ipar ayah Anton. Jadi, dia adalah adik istri dari si bapak tua itu.
Mbak Ine adalah seorang perempuan Sunda yang ramah. Wajahnya cantik, kulitnya berwarna hitam manis, badannya agak pendek dan bertubuh montok. Ukuran dadanya lebih besar dari Tata dan dia selalu berdandan dengan gaya yang agak menor.
Dia hampir berusia 29 tahun dan mengaku belum pernah menikah karena merasa bahwa tidak ada laki-laki yang cocok dengan sifatnya yang petualang. Saat ini, dia bekerja sebagai penulis naskah di sebuah stasiun televisi secara freelance.
Kemampuan bergaulku dan keramahannya membuat kami cepat akrab. Kamarku sekarang menjadi tempat curhatnya Mbak Ine. "Panggil saja aku Teh Ine," katanya dengan logat Bandung yang kental. "Kalau begitu, panggil saja aku Rafi ya Teh, tidak perlu formalitas segala," balasku sambil tertawa. Meskipun baru 5 hari kami bergaul, rasanya kami sudah saling mengenal lama.
Kami seperti dua orang yang sedang jatuh cinta, saling memperhatikan dan saling merasa simpati. Seperti cinta monyet di masa remaja kita dulu. Pada saat itu, seperti biasa, kami sedang bercakap-cakap dengan santai dari hati ke hati sambil duduk di atas tempat tidurku. Aku mengenakan baju kaos dan celana pendek yang ketat, tanpa menyadari bahwa tekstur penis dan testisku tercetak dengan jelas.
Jika aku memperhatikan dengan seksama, aku melihat Teh Ine beberapa kali mencuri-curi pandang ke arah selangkanganku yang mudah terlihat karena aku duduk bersila. Aku dengan sengaja membiarkan situasi itu berlangsung. Bahkan terkadang, aku dengan sengaja melebarkan kedua kakiku sedikit sehingga cetakan penisku semakin terlihat jelas di celanaku. Sesekali, di tengah obrolan santai itu, aku melihat Teh Ine melirik selangkanganku dengan napasnya terhenti sejenak.
Mengapa aku melakukan hal ini? Karena libido ku yang luar biasa, aku merasa tertantang untuk bisa tidur dengan Teh Ine yang menurutku sudah tidak perawan lagi karena sifatnya yang suka berpetualang.
Selain itu, dari sifatnya yang ramah, ceria, cerewet, dan petualang, aku yakin di balik tubuhnya yang montok dan setengah baya, tersimpan potensi libido yang tidak kalah besar dengan Tata. Gaya bergaulnya yang sering melibatkan sentuhan dan saling memegang lengan membuat darahku berdesir. Apalagi jika aku sedang dalam keadaan libido tinggi.
Saat ini, teh Ine terlihat begitu menawan dengan dasternya yang berwarna putih tipis. Kontrasnya dengan kulitnya yang hitam manis membuatnya semakin memikat. Belahan buah dadanya yang besar terlihat jelas di balik lingkaran leher yang berpotongan rendah. Dasternya yang terusan hingga lutut membuat paha montoknya terlihat dengan jelas saat ia duduk. Aku selalu berusaha untuk melihat di antara kedua pahanya, namun karena posisi duduknya yang sopan, aku tak bisa melihat apa-apa.
Tapi siapa sangka, seorang wanita berusia 29-an seperti teh Ine masih memiliki daya tarik seksual yang begitu tinggi. Baru kali ini aku berani berfantasi tentang hubungan seks dengannya. Ketika ia bercerita tentang masa mudanya, pikiranku malah melayang dan membayangkan tubuhnya tanpa sehelai benang pun. Begitu menggairahkan. Aku seakan bisa melihat dengan jelas setiap lekuk tubuhnya yang mulus dan sempurna. Tanpa sadar, penisku mulai tegang dan cairan madzi di ujungnya pun mulai keluar.
Ketika aku melihat celanaku, aku merasa sedikit malu karena terlihat basah di ujung penisku. Namun, aku tidak bisa menahan senyum ketika aku melihat cetakan penis dan testisku yang jelas tercetak di selangkangan celanaku. Ternyata, teh Ine memperhatikan perubahan ukuran penisku dan matanya terbelalak melihatnya.
Namun, obrolan kami tiba-tiba terhenti ketika teh Ine terpaku pada selangkanganku. Aku mencoba memancing obrolan, tapi teh Ine hanya tersenyum simpul dan memerah. Tiba-tiba, aku mengungkapkan bayangan yang terlintas di pikiranku tentang teh Ine tanpa pakaian. Aku sendiri terkejut dengan kejujuran diriku dan melihat wajah teh Ine yang memerah. Napasnya memburu dan dia bangkit dari duduknya menuju pintu.
Dia mengunci pintu kamarku dengan hati-hati, membuatku merasa terjebak. Jantungku berdetak kencang, dan aku merasa sesak napas. Dengan senyuman nakal dan tatapan mata yang penuh godaan, dia mendekatiku dan duduk di depanku. Aku sedang dalam posisi yang tidak nyaman, dengan kedua kakiku terbuka lebar. "Fi, apakah kamu menginginkanku...?" bisiknya sambil meraba-raba penisku yang tegang melalui celana.Nikmatnya belaian jemari teh Ine di selangkanganku semakin terasa hingga keujung syaraf-syarafku. Napasku mulai memburu dan tanpa sadar mulutku mengeluarkan suara erangan-erangan. Dengan lembut, teh Ine menempelkan bibirnya di atas bibirku. Ia memulainya dengan ciuman ringan, menggigit bibir bawahku, dan tiba-tiba.., lidahnya masuk ke dalam mulutku dan berputar-putar dengan cepat. Langit-langit mulutku terasa geli disentuh oleh lidah panjang perempuan setengah baya yang sangat menggairahkan itu. Aku mulai membalas ciuman, gigitan, dan kuluman teh Ine.
Sambil berciuman, tangan kananku kuletakkan di buah dada kiri teh Ine. Uh.., begitu besar.., walaupun masih tertutup oleh daster, keempukan dan kekenyalannya sudah sangat terasa di telapak tanganku. Dengan cepat kuremas-remas buah dada teh Ine itu, “Emph.., emph..”, rintihnya sambil terus mengulum lidahku dan menggosok-gosok selangkanganku. Mendadak teh Ine menghentikan ciumannya. Ia menahan tanganku yang tengah meremas buah dadanya dan berkata, “Fi, sekarang kamu diam dulu yah.., biar teteh yang duluan..”.
Tiba-tiba dengan cepat teh Ine menarik celana pendekku beserta celana dalamku. Begitu cepatnya, penisku yang tegang melonjak keluar. Teh Ine sejenak terpaku menatap penisku yang berdiri tegak seperti tugu monas itu. “Gusti Rafi.., besar sekali..”, bisiknya lirih. Dengan cepat teh Ine menundukkan kepalanya, dan seketika tubuhku terasa dialiri oleh aliran listrik yang mengalir cepat ketika mulut teh Ine hampir menelan selur
Dengan sigap, teh Ine memegang dan memelintir bagian bawahku. Kepalanya naik turun dengan cepat, mengiringi gerakan tangannya dan lidahnya yang puntir. Aku merasa melayang di udara ketika teh Ine semakin kuat menghisap. Aku melirik ke arah kaca dan melihat diriku terduduk mengangkang, sementara teh Ine dengan dasternya yang rapi merunduk di selangkanganku. Suara isapan, jilatan, dan kecupan bibirnya terdengar jelas.
Kenikmatan semakin bertambah ketika teh Ine meremas kedua bola testisku bergantian. Perutku mulas dan urat-urat di penisku tegang sampai hendak putus. Teh Ine semakin buas menghisap penisku seperti orang kehausan menemukan air segar di padang pasir. Jari-jemarinya semakin liar mempermainkan kedua testisku. "Slurrp.., Cuph.., Mphh..".
Suara kecupan semakin keras dan nafsuku sudah naik ke kepala. Aku berontak untuk meremas kedua buah dada montok milik wanita lajang berusia setengah baya itu, namun tangan teh Ine dengan kuat menghalangi tubuhku. Aku bergelinjang-gelinjang tak karuan karena kenikmatan yang tak tertahankan.
"Saya memohon, Kakak Ine, gantian dong, saya sudah tidak kuat lagi," erangku dengan suara memelas. Namun, permintaanku tidak digubris olehnya. Kakak Ine semakin cepat mengocok penisku dengan kedua tangannya dan mulutnya. Syaraf-syarafku semakin menegang dan degup jantungku semakin kencang. Napasku pun semakin memburu.
New Post >> "Threesome Dengan Kenalan Baru"
New Post >> "Mintah Jatah 2-3 Kali"
Tiba-tiba, aku berteriak, "Oohh... Teh Ine... Teh Ineee... aahhh!" Aku mengangkat pinggulku tinggi-tinggi dan memuncratkan spermaku di dalam mulutnya. Dengan sigap, Teh Ine menelan dan menjilati spermaku dengan nikmatnya. Setiap jilatan Teh Ine terasa seperti setruman-setruman kecil di penisku. Aku benar-benar menikmati permainan ini.
Teh Ine menatapku dengan senyum manisnya dan bertanya, "Enak Fi? Hmm?" Sambil menjilat sisa-sisa spermaku di bibirnya. "Fuhh, nikmatnya sperma kamu Fi," bisiknya mesra.
"Aku jadi obat awet muda ya Teh," kataku bercanda.
Teh Ine tertawa dan berkata, "Yaa gitulah... Antonsan sekedapnya? Biar teteh ambilkan minum buat kamu."
Aku merasa terharu dengan perhatian Teh Ine pada pasangannya. Dia belum mengalami orgasme apa-apa, tapi perhatiannya pada pasangan lelakinya luar biasa besar. Mereka adalah pasangan seks yang ideal. Rasa simpati dan birahiku pada Teh Ine kembali bergejolak.
Teh Ine kembali dari luar dengan membawa segelas air. "Minumlah, biar kamu segar," katanya sambil tersenyum. "Terima kasih Teh, tapi janji setelah ini giliran saya memuaskan Teh ya," jawabku sambil meneguk habis air dingin yang dibuat oleh Teh Ine. Saat itu juga, aku merasakan kepercayaan diriku kembali. Birahi dalam diriku pun bangkit saat melihat tubuh montok Teh Ine yang berada di depanku. Tanpa ragu, aku meraih tangan Teh Ine dan dengan sekali tarikan, aku membawanya ke atas ranjang.
"Eeehh, pelan-pelan Fi," teriak Teh Ine sambil tertawa. "Teh mau diapain sih?" lanjutnya dengan manja. Tanpa menjawab, aku menindih tubuh montoknya dan seketika merasakan kenikmatan saat dadaku menekan payudaranya yang besar. Syaraf-syaraf di sekitar pinggulku juga merasakan kenikmatan saat penisku menyentuh vaginanya yang masih tertutup oleh daster dan celana dalamnya. Aku memandangi wajah bundar dan manis Teh Ine. Jika diperhatikan, memang sudah terdapat kerutan-kerutan kecil di sekitar matanya dan keningnya.
Tapi jangan sampai terpengaruh oleh kata-kata kasar! Teh Ine adalah seorang wanita yang menawan dan memikat hati. Pesona seksualnya begitu kuat sehingga membuat hati para lelaki berdebar-debar. "Apakah Teh Ine ingin tahu apa yang ingin saya lakukan padanya?" kataku dengan senyum manis. "Saya akan memberikan kepuasan yang tak terlupakan.
" Tanpa ragu, aku mencium bibir dan leher Teh Ine dengan penuh gairah. Dia pun membalas dengan semangat yang sama. Kedua kami saling memuaskan satu sama lain, menciptakan suasana yang penuh dengan suara erotis. Dengan penuh semangat, aku membuka pakaian Teh Ine satu per satu, memberikan kepuasan yang tak terlupakan.
Wow, sebuah gundukan daging yang tanpa bulu sama sekali terlihat sangat menantang terletak di selangkangan Teh Ine. Sungguh, aku tak pernah membayangkan bahwa ia mencukur habis bulu kemaluannya. “Kamu juga buka semua dong Fi,” rengeknya sambil menarik baju kaosku ke atas.
Dalam sekejap, kami berdua berpelukan dan berciuman dengan penuh nafsu dalam keadaan bugil! Sambil menindih tubuhnya yang montok itu, bibirku menyelusuri lekuk tubuh Teh Ine mulai dari bibir, kemudian turun ke leher, kemudian turun lagi ke dada, dan terus ke arah puting susu kirinya yang berwarna coklat kemerah-merahan itu. Oh, betapa indahnya vagina Teh Ine itu!
Betapa kerasnya puting susunya, begitu lancipnya.., dan mmhh.., seketika itu juga aku mengulumnya, menghisapnya, dan menjilat puting kenyal itu.., karena gemasnya, sesekali aku juga menggigit puting itu. "Auuhh.., Fi.., gellii.., sss.., ahh", desahnya ketika gigitanku agak kukeraskan.
Tubuhnya yang montok mulai bergoyang-goyang ke sana kemari.., dan wajahnya menggeleng-geleng ke kiri dan ke kanan. Sambil menghisap, tangan kananku merayap turun ke selangkangannya. Dengan mudah aku menemukan vaginanya yang besar dan sudah sangat basah sekali.
Dengan sigap, aku memainkan jari tenganku di pintu vaginanya. Suara becek vagina Teh Ine terdengar jelas, seperti "crks.., crks.., crks". Vagina Teh Ine memiliki warna yang lebih putih dibandingkan dengan kulit sekitarnya. Saat jariku menyentuh gundukan kecil daging yang mirip dengan sebutir kacang, Teh Ine langsung menjerit kecil. "Ahh.., geli Fi.., geli", ujarnya. Putaran jariku di atas clitoris Teh Ine dan hisapan pada kedua puting buah dadanya membuatnya semakin bergairah. "Fi.., masukkan sekarang Fi.., sekarang.., please.., aku sudah tidak tahan..ahh..".
Saya melihat wajah Teh Ine yang meringis kesakitan. Dia menahan orgasmenya yang hampir mencapai puncaknya. Saya dengan sigap mengarahkan penis saya ke vagina montok milik Teh Ine.
Saya menempelkan kepala penis saya tepat di bawah klitorisnya dan memutar-mutarnya sejenak. Teh Ine merespon dengan mengangkangkan pahanya selebar-lebarnya untuk memberi kemudahan bagi saya untuk melakukan penetrasi. Saat itu, saya mendorong pantatku sekuat-kuatnya dan akhirnya masuk semuanya!auhh.. auhhâ.. Teh Ine menjerit panjang, "Besar betul Fi... enak sekali!"duh enaknya.., aahh..”.
Dengan penuh gairah, aku memompa penisku dengan ganas ke dalam vagina Teh Ine. Dia dengan liar memutar-mutar pinggulnya di bawahku. Astaga.., pengalaman yang luar biasa! Bahkan keganasan Teh Ine melebihi Mbak Tata.., sungguh luar biasa! Kedua tubuh kami sudah basah oleh keringat dan liur yang bercampur. Kasur pun sudah basah dimana-mana oleh cairan mani dan lendir yang meleleh dari vagina Teh Ine, namun entah kekuatan apa yang ada pada diri kami…, kami masih terus memompa, merintih, melenguh, dan mengerang. .
Suaranya semakin keras dan tak terkendali, "Aaahh.., aaahh.., aaahh", sesuai dengan ritme gerakan kami berdua. Aku merasakan kepuasan yang luar biasa ketika penis besar ku terus menggesek vagina teh Ine yang terasa sempit namun basah itu. Setelah lebih dari 15 menit kami bercinta, tiba-tiba tubuh teh Ine menegang dan aku merasakan kepuasan yang luar biasa.
"Fi.., Fi.., Ayo, kita keluar..". "Iya, kita keluar bareng-bareng..", Goyanganku semakin cepat dan pada saat yang sama kita saling cium dan peluk erat.., aku masukkan penisku dalam-dalam dan Ine mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi.., "Crat.., crat.., crat.., crat", kita berdua mengerang dengan keras sambil menikmati orgasme bersamaan. Kita tak peduli jika orang di rumah mendengar jeritan kita, karena aku yakin Ine belum pernah merasakan kenikmatan seperti ini sebelumnya. "Ahh.., Fi.., kamu hebat.., kamu hebat.., Teteh belum pernah merasakan kenikmatan seperti ini". "Saya juga, terima kasih atas kenikmatan ini", kataku sambil mencium kening Ine dengan mesra.
Kamu ingin tahu suatu rahasia, Fi?" tanyanya sambil lembut membelai rambutku. "Aku sudah lima tahun tidak bersentuhan dengan laki-laki, tetapi entah mengapa, dalam 5 hari bergaul denganmu, aku tidak bisa menahan gejolak birahi yang ada dalam diriku. Aku tidak tahu mengapa, tapi kamu memiliki aura seks yang luar biasa."
Teh Ine bangkit dari ranjangku dan mengambil sesuatu dari kantong dasternya. Sebuah pil KB. "Seperti punya fitasat, aku sudah minum pil ini sejak 3 hari yang lalu," katanya sambil tersenyum. "Dan aku akan terus minum selama aku berada di sini." Teh Ine mengerlingkan matanya padaku dengan penuh kelembutan sambil mengenakan dasternya.
"Selamat tidur, sayang," Teh Ine berjalan keluar dari kamarku. Teh Ine memang luar biasa. Ia tidak hanya dapat menggantikan Tata sebagai pasangan seks yang baik, tetapi juga memberikan sentuhan-sentuhan kasih sayang seorang ibu yang luar biasa.
Aku benar-benar dimanjakan oleh wanita cantik ini. Fantasi seksualnya juga luar biasa. Mungkin itu pengaruh dari pekerjaannya sebagai penulis cerita drama. Bayangkan saja, ia pernah memijatku dalam keadaan telanjang, lalu sambil terus memijat, ia bisa memasukkan penisku ke dalam vaginanya, dan aku disetubuhi sambil menikmati pijatan-pijatannya yang nikmat.
Aku teringat saat ia memintaku untuk menyetubuhinya di kamar mandi. Tubuhnya licin penuh sabun membuatku semakin tergoda. Namun, yang lebih mengejutkan adalah bagaimana teh Ine melayaniku seperti suaminya sendiri. Ia memperhatikan segala keperluan dan kesenanganku dengan sangat baik.
Sore itu, aku pulang lebih awal dari kantor dan menikmati pisang goreng buatan teh Ine di meja makan. Aku mengenakan baju kaos buntung dan celana pendek longgar kesukaanku, tanpa menggunakan celana dalam seperti biasanya. Kebiasaan ini dimulai sejak adanya teh Ine di rumah ini. Aku tahu hampir setiap hari aku akan menikmati tubuh sintal adik ipar ayah si Anton itu.
Sambil menikmati pisang goreng, aku bercakap-cakap dengan ayah Anton yang duduk di pojok ruangan dekat pintu masuk. Kami menikmati semilirnya angin sore kota Bandung. Jarak antara kami sekitar 6 meter.
Sambil bercakap-cakap, mataku tak bisa berhenti melihat teh Ine yang sibuk menyediakan hidangan sore untuk kami. Aku tidak tahu ke mana pembantu rumah tangga kami pergi saat itu. Teh Ine mengenakan celana pendek yang tertutup oleh kaos bergambar Mickey Mouse yang sangat besar, sehingga sering kali kaos itu menutupi celana pendeknya.
Aku yakin perempuan itu tidak memakai bra karena ketika dia berjalan, dadanya terlihat bergoyang naik turun, dan puting susu yang besar itu tercetak di bagian dadanya. Tanpa sadar, penisku mulai ereksi.
Setelah selesai dengan tugasnya, teh Ine duduk di sebelahku dan menikmati pisang goreng yang dia buat. Aku melihatnya melirik ke arahku sambil perlahan-lahan memasukkan pisang goreng ke mulutnya. Dia menggigit dan menjilati pisang goreng itu dengan mata yang berkedip-kedip. Sambil terus berbasa-basi dengan orang tua Anton, kami berdua menikmati waktu sore yang menyenangkan.
Aku merasa gugup dan berdebar-debar saat aku menelan ludah. Tiba-tiba, aku merasakan urat-urat penisku mulai mengeras dan kepala penisku mulai membesar. Tanpa diduga, jari-jemari kanan Teh Ine menyentuh pahaku dengan lembut. Perlahan-lahan, jari-jemari itu merayap naik ke daerah penisku. Dengan gemas, Teh Ine meremas penis tegangku dari luar celanaku, membuat cairan beningku membuat tanda bercak di celanaku.
Setelah beberapa saat meremas-remas, tangan itu bergerak ke daerah perutku dan dengan cepat menyelip ke dalam celana pendekku. Aku sudah tidak tahu lagi apa isi percakapan orang tua Anton itu.
Beberapa kali aku mengulangi pertanyaannya padaku karena jawabanku yang asal-asalan. Degup jantungku mulai meningkat. Jemari lentik itu kini sudah mencapai kedua bolaku.
Dengan jari telunjuk dan tengah yang dirapatkan, perempuan lajang itu mengelus-elus dan menelusuri kedua bolaku.., mula-mula berputar bergantian kiri dan kanan kemudian naik ke bagian batang.., terus bergerak menelusuri urat-urat tegang yang membalut batang kerasku itu, “sss…, teteh..”.
Aku berdesis ketika kedua jarinya itu berhenti di urat yang terletak tepat di bawah kepala penisku.., itu memang daerah kelemahanku.., dan perempuan sintal ini mengetahuinya.., kedua jemarinya menggesek-gesekkan dengan cepat urat penisku itu sambil sesekali mencubitnya. “aahh…”, erangku ketika akhirnya penisku masuk ke dalam genggamannya.
“Kenapa Rafi?”, Orang tua yang duduk agak jauh di depanku itu mengira aku mengucapkan sesuatu. “E.., ee…, ndak apa-apa Pak..”, Jawabku tergagap sambil kembali meringis ketika teh Ine mulai mengocok penisku dengan cepat. Gila perempuan ini! Dia melakukannya di depan kakaknya sendiri walaupun tidak kelihatan karena terhalang meja.
Dengan penuh semangat, Ine melanjutkan aksinya dengan semakin cepat. Ia merasakan kehangatan yang memancar dari penisku yang masih terasa dingin karena terkena angin. Dalam sekejap, tangannya memegang erat penisku, memberikan sensasi yang begitu nikmat. Matanya terpaku pada ukuran dan kekokohannya, memberinya kesempatan untuk menikmati setiap inci dari keindahan yang ada di hadapannya.
Tidak bisa menahan diri, Ine menjulurkan lidahnya dan mulai menjilat sekeliling lubang penisku. Gerakan lidahnya yang lincah dan penuh gairah membuatku semakin tergoda. Ia memasukkan ujung lidahnya ke ujung lubang penisku, mengecap cairan bening yang keluar dari dalamnya. Sensasi yang tercipta begitu menggairahkan, membuatku semakin terbuai oleh kenikmatan yang diberikan oleh Ine.
Tidak puas dengan itu, lidahnya turun lagi ke urat di bawah penisku. Ia dengan lihai menjilati setiap urat yang terlihat, memberikan sensasi yang begitu menggoda. Setiap gerakan lidahnya membuatku semakin terbuai oleh kenikmatan yang tak terkendali. Ine begitu mahir dalam memberikan kepuasan, membuatku semakin tergila-gila padanya.
Dalam momen ini, Ine menjadi sumber kenikmatan yang tak terlupakan. Dengan kecepatan dan keahliannya, ia berhasil membuatku terbuai oleh sensasi yang begitu luar biasa. Setiap sentuhan dan gerakan lidahnya memberikan kepuasan yang tak tergantikan. Inilah momen yang akan selalu terkenang dalam ingatanku, momen di mana Ine memberikan kepuasan yang begitu memabukkan.
Saya mulai merasa tidak nyaman dan gelisah, meskipun saya berusaha untuk tidak terlihat oleh kakak teh Ine yang duduk di depan saya. Saya meraba dadanya yang besar dan meremasnya dengan gemas, "sss.., teeehh..", saya desis dengan keras ketika perempuan itu menyedot urat di bawah kepala penisku dan meremas kedua bolaku. Saya merasakan kenikmatan yang luar biasa dan seluruh tubuh saya meremang. Namun, saya menyadari bahwa tindakan ini tidak pantas dan saya harus menghentikannya segera.
Aku sudah dalam tahap ingin menyentuh dan segera memasukkan kejantananku ke dalam organ intim perempuan ini, tetapi semua itu tidak mungkin kulakukan di depan kakaknya yang masih duduk di depanku menikmati lalu lalang kendaraan di depan rumahnya. Tiba-tiba, bibir teh Ine bergerak dengan cepat ke arah kejantananku.., sambil terus kupermainkan putingnya, kulihat ia membuka mulutnya dengan lebar dan tenggelamlah seluruh kejantananku ke dalam mulutnya.
New Post >> "Sex Dengan Teman Kantor Saat Dinas"
New Post >> "Pekerjaan Jadi Photographer Emang Enak"
Aku kembali terengah-engah dan meringis sambil tetap duduk di meja makan, mendengarkan ocehan orang tua Anton yang kembali mengajakku berbincang. Mulut teh Ine dengan cepat menghisap dan bergerak maju mundur di batang kejantananku. Tanganku menarik dasternya ke atas dari arah punggung sehingga terlihatlah pantatnya yang halus tanpa sehelai benang pun menutupinya.
Aku ingin merasakan vaginanya, ingin sekali kumasukkan jari-jariku dengan kasar ke dalamnya dan kukocok-kocok dengan keras, tapi aku sudah tak sanggup lagi. Jilatan lidah, kecupan, dan sedotan teh Ine di batang kejantananku membuat seluruh syarafku tegang. Tiba-tiba, aku meraih rambut teh Ine dan kutekan sekuat-kuatnya sehingga seluruh batang kejantananku tenggelam ke dalam mulutnya.
Kurasakan ujung penisku menyentuh langit-langit tenggorokan teh Ine dan, "Creeet..., creeett..., creeettt", menyemburlah cairan maniku ke mulut teh Ine. "Ahh..., aahh.., aahh.., tetteeehh...", Aku meringis dan mendesis keras ketika cairan maniku bersemburan ke dalam mulut teh Ine. Perempuan itu dengan lahap menjilati dan menelan seluruh cairanku sehingga penisku yang hampir layu kembali sedikit menegang karena terus-terusan dijilat.
Aku memejamkan mataku.., gilaa.., permainan ini benar-benar menakjubkan. Ada rasa was-was karena takut ketahuan, tapi rasa was-was itu justru meningkatkan nafsuku. Teh Ine memandang penisku yang sudah agak mengecil namun tetap saja dalam posisi tegak. "Luar biasa...", Bisiknya, "Siap-siap nanti malam yah?" Katanya sambil bangkit dan beranjak ke dapur.
Aku terpesona dengan sensasi yang baru saja aku rasakan. Ujung penisku yang menyentuh langit-langit tenggorokan teh Ine membuatku merasakan kenikmatan yang luar biasa. Cairan maniku yang memancar dengan suara "Creeet..., creeett..., creeettt" begitu memuaskan ketika berakhir di mulut teh Ine. Aku tak bisa menahan desahan keras ketika dia dengan lahap menjilati dan menelan setiap tetes cairanku.
Sekarang, aku memejamkan mataku, terbuai oleh permainan yang begitu menakjubkan ini. Meskipun ada rasa was-was karena takut ketahuan, namun justru hal itu membuat nafsuku semakin membara. Melihat penisku yang sudah agak mengecil namun tetap tegak, teh Ine berkata dengan penuh kagum, "Luar biasa... Siap-siap nanti malam yah?" Dia bangkit dari tempatnya dan
Aku sungguh terkesan dengan pencapaian yang telah kudapatkan di tempat ini. Meskipun baru 2 bulan tinggal di Bandung, aku telah berhasil memberikan kebahagiaan kepada 2 wanita yang sudah lama tidak merasakan sentuhan pria. Aku yakin bahwa mereka akan selalu bermimpi tentang kepuasan dan kenikmatan yang aku berikan dengan penuh kasih di dalam hubungan intim kami.
0 Komentar